Opini | beritabatam.co : Hiruk-pikuk Pemilu anggota legislatif maupun pemilihan presiden (Pilpres) yang juga disebut sebagai pesta demokrasi, dapat dilihat diberbagai media. Yang diwarnai dengan simbol-simbol peserta pemilu baik itu partai politik maupun gambar-gambar calon legislatif.
Dalam konteks bagaimana mempengaruhi opini publik, akan tetapi sebagai perspektif lain terutama dalam substansi nampaknya hal itu cenderung latah ketika harus bersusah payah “memasarkan” dirinya sebagai seorang tokoh atau orang yang dapat dipercaya untuk dipilih menjadi anggota legislatif.
Pemilihan Caleg berlaku layaknya hukum pasar yang dan berlaku hukum supply and demand ataupun jual beli, maka politik tak ubahnya sebuah transaksi jual beli sebuah barang. Para caleg tidak peduli latar belakang pendidikannya, begitulah logika sesat politik yang mengabaikan substansinya.
Politik sejatinya adalah sebuah pengabdian tertinggi dalam kehidupan manusia, politik membicarakan sebuah tata kelola negara dan kesejahteraan rakyatnya. Suatu negara akan maju dan besar dimulai dari tata kelola politik yang baik. Apabila hal itu didasari oleh pengabdian maka para politisi semestinya sudah menyerahkan dirinya sebagai milik publik dan mati hidupnya adalah untuk kehidupan orang banyak.
Politisi mestinya rela berkorban bukannya memakan korban. Korupsi politisi adalah bentuk nyata politisi telah memakan korban, siapa korbannya? Rakyat yang kelaparan, rakyat yang terlunta-lunta, rakyat yang tidak bisa mengeyam pendidikan, rakyat yang bingung mencari kerja akhirnya menjadi pelacur, perampok, penjambret, preman dan sebagainya, semua itu adalah korban-korban dari korupsi yang dilakukan para politisi.
Seharusnya kita sebagai sebuah bangsa membenahi keruwetan dalam berpolitik saat ini? Pertama, rakyat harus cerdas dan menggunakan mata hatinya untuk melihat calon-calon pemimpinnya dengan komitmen terhadap nasib banyak orang, yang sudah dilakukan jauh sebelum hiruk pikuk menjelang pemilu seperti sekarang ini. Kedua, melihat calon pemimpin yang tidak rakus dalam kekuasaan dengan cara melihat perilaku politiknya. Ketiga, melihat visi kepemimpinan yang melekat pada orang yang akan dipilihnya.
Banyak orang dikenal bukan karena iklannya di media massa, melainkan dikenal karena kiprahnya yang kerap mengundang simpatik dengan keberhasilan kebijakan-kebijakan yang diputuskannya.
Dengan kata lain, logikanya jangan mencoba menjadi politisi ketika tidak rela berkorban karena itu jelas akan memakan korban. Jadi mulai sekarang kita semua harus melihat calon-calon pemimpin bukan dari iklan melainkan dari pengabdian yang sudah diperbuat sebelumnya. Sehingga bila pemimpin-pemimpin bangsa ini yang terpilih karena proses itu maka tindakan korupsi yang dilakukan para politisi akan sirna dengan sendirinya.
*) Konsultan timses Aida Zulaikha Ismeth Abdullah, Caleg DPRI no urut 3 Partai Demokrat.
Discussion about this post