Batam | beritabatam.co : Siapa yang tak mengenal kawasan wisata Golden Prawn. Masyarakat Batam menyebutnya dengan singkatan GP yang merupakan singkatan dari Golden Prawn. Ada hotel, restoran, area wisata hingga perumahan. Lahan yang dulunya tepian laut telah berubah menjadi kawasan komersil terpadu.
baca juga : Siapa Pengusaha ‘A’, Punya Lahan Ratusan Hektar Tapi Tidak Bayar UWT BP Batam
Tak heran Golden Prawn, kini menjelma menjadi salah satu ikon kota Batam. Setiap harinya ratusan hingga ribuan wisatawan lokal dan mancanegara selalu memenuhi restoran yang didesain bak makan diatas kelong tersebut.
Terletak di kecamatan Bengkong, GP mendapat alokasi lahan seluas 107 hektar. Tak hanya nama GP yang dikenal masyarakat Batam, tangan dingin sang pengusaha yang sukses mengubah wujud tepian laut Bengkong menjadi daratan. Juga dikenal di seantero kota Batam. Sebagian lain, cukup menyebutnya dengan pengusaha ‘A’, yang kemudian menjadi simbol penyebutan nama sang pengusaha sukses tersebut.
Tapi ada fakta yang mungkin tak semua masyarakat Batam ketahui. Fakta ini diungkap sendiri oleh mantan pegawai Otorita Batam yang kini berganti nama menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam. Pensiunan BP Batam itu menyebut, sejak didirikan, GP belum pernah membayar kewajiban UWTO atau sekarang Uang Wajib Tahunan BP Batam. Sebagai salah satu perusahaan yang mendapat alokasi lahan, menurut pak Kabul demikian ia biasa disapa. Sudah menjadi kewajiban penerima alokasi lahan untuk menunaikan kewajiban membayar UWT BP Batam.
“Ada 107 hektar lahan Golden Prawn. Tapi belum pernah membayar UWTO.” ucapnya kepada beritabatam.co.
Kabul menjelaskan, bahwa berdasarkan UU agraria, ada 7 instansi yang menerima HPL dari pemerintah pusat, salah satunya pemerintah daerah. Dan untuk kota Batam, dengan status khusus HPL dikelola oleh BP Batam.
“Tapi ini, HPL Golden Prawn dikeluarkan oleh BPN Batam berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah kota Batam. Batam ini spesial, tak mengenal zona laut. Jadi kalau berbentuk daratan maka ia masuk dalam areal BP Kawasan. Berarti wajib membayar UWT BP Batam,” tegasnya.
Menurutnya, sekitar 10 tahun GP beroperasi tapi UWT BP Batam tak juga dibayarkan. Kabul mengatakan, sempat ada surat penagihan dari BP Kawasan atau dulunya Otorita Batam saat masih di pimpin Mustofa Wijaya.
“Tapi tidak digubris oleh Golden Prawn. Ini berpotensi merugikan negara puluhan miliar rupiah,” pungkasnya.
Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Dendi Gustinandar yang dihubungi melalui ponsel membenarkan, bahwa untuk kota Batam berdasarkan PP tahun 2006, penerima HPL dari pemerintah adalah BP Batam, yang mengelola dan mengalokasikan kepada masyarakat. Dan atas hal tersebut, BP Batam berhak menerima UWT BP Batam bagi yang menerima alokasi lahan dari BP Batam.
Menjawab alokasi 107 hektar lahan yang diterima Golden Prawn namun tidak membayar UWT BP Batam, Dendi Gustinandar mengaku belum mengetahui detail persoalan yang dimaksud. Ia menjawab sudah menyampaikan persoalan tersebut ke bagian lahan BP Batam.
“Aku tanya dulu, aku kan, aku orang yang tidak tau juga semua masalah kan. tapi tunggu jawaban dari teman teman lahan. Di Batam ini kan, ada ratusan ribu identitas rumah masyarakat,” ucapnya.
Sementara terkait alokasi lahan reklamasi yang merupakan daratan baru, Dendi mengatakan, ada aturan tertentu terkait dengan zona laut.
“Jika masuk dalam tata ruang HPL yang diterima BP Batam dari pemerintah. Maka lahan tersebut masuk dalam pengelolaan BP Batam. Berarti wajib membayar UWT BP Batam,” pungkasnya. (Ben)
(Ben)
Discussion about this post