Jakarta | beritabatam : Para Pejuang Hak Hidup Hewan (PH3) memberikan ‘kartu kuning’ terhadap penegakan hukum dan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan hewan di Indonesia.
Pejuang Hak Hidup Hewan merupakan sebuah organisasi berbadan hukum yang terdiri dari komunitas pecinta hewan, pemerhati satwa dan para advokat yang dipimpin oleh Nina Agustin, putri mantan Kapolri Jenderal (Purn) Dai Bachtiar.
“Saya dan rekan-rekan dari Pejuang Hak Hidup Hewan (PH3) sangat prihatin dengan masih banyaknya manusia yang tidak mempunyai perasaan terhadap sesama makhluk hidup, tidak peduli pada hak asasi hewan. Kurangnya kesadaran masyarakat ini juga diperparah dengan penegakan hukum yang masih lemah,” ujar Nina Agustin Dai Bachtiar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/7/19) malam.
Dengan tidak cerdasnya menyikapi perkembangan zaman, Wakil Ketua Umum DPP PERKAHPI (Perhimpunan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesia) itu menilai, adanya media sosial membuat masyarakat merasa bahwa tindakan kekerasan terhadap hewan dianggap sebuah hal yang wajar.
Apa yang dilakukan kepada satwa seperti pemukulan, penusukan, pencekikan dan pembuangan binatang, baik berupa foto maupun video menjadi lelucon yang banyak dijumpai di media sosial.
“Kalaupun tidak suka, tolong jangan disiksa atau dianiaya apalagi diunggah ke media sosial untuk lelucon atau ajang pamer eksistensi. Yang juga tidak kalah memprihatinkan adalah pelaku maupun pengunggah merasa bangga akan hal itu karena viral. Imbauan dan peringatan dari teman-teman pecinta hewan sama sekali tidak dihiraukan. Bahkan, mereka banyak yang malah menantang balik,” ucap pemilik kantor hukum NDB & Partners itu.
Oleh karena itu, tidak heran bila dari berbagai lapisan masyarakat atau profesional sudah banyak mendirikan dan bergabung dengan komunitas atau LSM Pemerhati Hewan untuk memperjuangkan hak asasi, perlindungan dan kesejahteraan hewan melalui jalur hukum dan edukasi.
Dalam Pasal 66 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan diatur bahwa pada dasarnya terhadap hewan tersebut (bukan binatang yang dilindungi negara), mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian, hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan.
“Sebenarnya Undang-Undang yang ada sudahlah jelas, tentang ancaman serta hukuman bagi orang yang melanggar UU tersebut. Pasal 406, 335, 170, 540 KUHP Tentang Perlindungan Hewan, hukumannya maksimal 12 tahun penjara. Termasuk kandang yang tidak laik, kekurangan air atau makanan, salah urus dan penyiksaan diatur dalam KUHP Pasal 406, 540 dan 335 dengan hukuman maksimal 2 tahun penjara,” tutur Nina Agustin Dai Bachtiar menjelaskan.
Namun dari sekian banyak laporan yang dibuat, sedikit sekali yang naik ke persidangan dan pelakunya mendapatkan hukuman yang setimpal.
Para Pejuang Hak Hidup Hewan meminta agar aparat penegak hukum di Indonesia tidak menganggap sepele berbagai kasus kekerasan, penyiksaan atau pun penganiayaan terhadap hewan.
Satu di antaranya mereka meminta penyidik Polresta Samarinda Kalimantan Timur mengusut tuntas kasus penganiyaan hewan yang diduga dilakukan Andri Soegianto, warga Sempaja Barat Samarinda Utara.
Andri Soegianto dilaporkan ke polisi oleh PH3 karena diduga telah membiarkan dan merekam video saat dua anjing Pitbull miliknya merobek-robek seekor kucing hingga mati.
Video tersebut kemudian viral di media sosial serta mendapatkan kecaman dan reaksi keras dari berbagai komunitas pecinta hewan.
“Kami dari Pejuang Hak Hidup Hewan (PH3) yang berisi sejumlah advokat dan pemerhati hak hidup hewan, hari ini telah melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polresta Samarinda. Kami berharap penyidik mengusut tuntas kasus ini agar menjadi pelajaran dan tidak dicontoh oleh orang lain apalagi videonya disebarkan di media sosial,” ujar Doni Herdaru Tona, pendiri sekaligus Ketua Animal Defenders Indonesia yang juga staf ahli PH3.
Ia menilai terdapat unsur kesengajaan, pembiaran dan penyiksaan hewan hingga mati. Tidak hanya itu, pemilik Pitbull diduga kerap melakukan hal yang sama serta memelihara sejumlah satwa yang dilindungi seperti macan dahan yang mal-nutrisi dan memasukkan hewan ke dalam freezer.
Menurut Doni Herdaru Tona, Ketua DPRD Kota Samarinda Alphad Syarif memberikan apresiasi dan dukungan kepada Pejuang Hak Hidup Hewan dalam menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Polisi pun diharapkan betul-betul serius mengusut tuntas kasus tersebut.
“Beliau juga meminta warga Kota Samarinda dan komunitas pecinta hewan di seluruh Indonesia untuk bersama-sama mengawal kasus ini. Jangan biarkan pelaku berkeliaran dan stop segala bentuk penganiayaan dan penyiksaan terhadap hewan,” tutur Doni Herdaru Tona.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah komunitas pecinta hewan dan advokat Pejuang Hak Hidup Hewan melaporkan kasus penganiyaan hewan ke Polresta Samarinda pada Rabu (12/6/2019).
Mereka yang melapor yakni Animal Defenders Indonesia, Cat Lovers In The World (CLOW), Garda Kucing Samarinda dan komunitas lainnya. Laporan itu bernomor LP/331/IV/2019/KALTIM/RESTA SMD.
Reporter : Hamdi Putra /red
Discussion about this post