Nasional | beritabatam.co : Sebuah lagu karya Koes Plus menceritakan kesuburan tanah Indonesia, bahkan disebutkan bukan lautan tapi kolam susu, tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Lirik ini tentu tak asing bagi warga Indonesia.
Tapi faktanya tanah surga itu belum maksimal dimanfaatkan oleh anak negeri. Setidaknya, itulah yang menjadi sorotan Wakil Presiden terpilih, Ma’ruf Amin yang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ma’ruf Amin mengatakan kondisi sektor pangan Indonesia sungguh ironis. Negara agraris dengan lahan subur justru bergantung pada impor pangan.
“Indonesia negara agraris, tapi ironis ketika negeri yang subur harus impor pangan dari negara lain. Ini anomali kalau subur, tapi impor,” ujar wakil presiden terpilih periode 2019-2024 itu di acara Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan yang digagas PINBAS MUI, Jakarta, Sabtu (21/09/19), seperti dimuat laman CNN Indonesia.
Menurutnya, Pemerintah harus mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Yang bersumber dari alam di Tanah Air. Sebab, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Negara wajib mewujudkan ketersediaan, kecukupan, dan ketahanan pangan di tingkat nasional maupun daerah,” kata Wakil Presiden Terpilih untuk periode 2019-2024 itu.
Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah yang bisa memenuhi kebutuhan serta mewujudkan ketahanan pangan nasional, pungkasnya. Dalam hal ini MUI sudah meracik beberapa jurus yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Pertama, penyediaan lahan pertanian yang berkelanjutan. Pemerintah harus menjamin ketersediaan lahan yang cukup untuk sektor pertanian, sekalipun pembangunan infrastruktur tengah masif dilakukan.
“Lahan pangan yang hilang karena infrastruktur, harus diganti dengan kebutuhan yang cukup,” tuturnya.
Kedua, peningkatan produktivitas petani. Hal ini, sambungnya, bisa diupayakan melalui pembinaan dan pelatihan keterampilan, ilmu, hingga teknologi di bidang pertanian. “Perlu diingat, output tidak akan tercapai kalau tidak ada input,” ucapnya.
Ketiga, penyediaan infrastruktur pertanian yang memadai. Tujuannya untuk menunjang proses produksi, baik dari sisi sarana hingga prasarana.
Keempat, tata niaga pangan yang berkeadilan. Hal ini berkaitan dengan rantai pasok hingga tingkat harga yang berkeadilan.
Menurutnya, harga komoditas pangan harus tercipta dari mekanisme pasar. Namun, pemerintah tetap perlu menjadi harga di tingkat petani agar tidak terlalu rendah ketika pasokan meningkat dan permintaan menurun. (cnn-red)
Discussion about this post