Jakarta | beritabatam.co : Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap berkolaborasi dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Kolaborasi ini akan berfokus pada layanan perlindungan dan pemulihan lanjutan. Demikian terungkap dalam pertemuan Pimpinan LPSK dan Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, di kantor Kementerian P2MI, Jakarta, Kamis (23/01/25).
Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa sebagai kementerian baru, pihaknya sedang berusaha mengembangkan transformasi di semua bidang, terutama dalam perlindungan dan pelayanan. Ada dua hal pokok yang ingin dicapai, yaitu peningkatan kualitas perlindungan yang baik. Hal ini berangkat dari berbagai permasalahan, salah satunya banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) yang berangkat ke luar negeri secara unprosedural sehingga menghadapi ketidakadilan.
“Sebagian besar PMI direkrut oleh calo dan mengalami ketidakjelasan dari pihak penyalur atau perusahaan. Presiden Prabowo memberikan perhatian besar terhadap pekerja migran karena mereka menyumbang devisa yang besar, tetapi selama ini belum mendapatkan perhatian yang semestinya,” ungkap Karding.
“Fokus kami adalah melakukan pencegahan sekaligus menangani deportasi. Kaitannya dengan LPSK adalah pencegahan PMI yang berangkat secara unprosedural, dan kami berharap korban berani mengungkap fakta. Kami juga memerlukan kerja sama dengan LPSK, terutama dalam merumuskan gagasan yang bisa dikerjakan bersama. Mari kita diskusikan peran-peran yang saling melengkapi,” lanjut Karding, didampingi Plt. Dirjen Pelindungan Rinardi, Plt.
Sekjen I Ketut Suardana, Kepala Biro Humas Hengky, serta tiga staf khusus. Ketua LPSK, Achmadi, menuturkan bahwa Kementerian P2MI memiliki mandat untuk memberikan perlindungan, sebagaimana halnya LPSK.
“Ada irisan kewenangan yang sangat kuat antara LPSK dan Kementerian P2MI. Kita tahu bahwa Indonesia sangat luas dan kompleks, tetapi LPSK hanya memiliki beberapa kantor perwakilan saja. Kami ingin sekali memperkuat organisasi,” ujar Achmadi, yang hadir bersama Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin.
Achmadi menambahkan bahwa LPSK siap berkolaborasi dalam layanan perlindungan dan pemulihan lanjutan. “LPSK memahami bahwa P2MI memiliki kantor perwakilan yang dapat menjadi keunggulan dalam mewujudkan perlindungan berkualitas. LPSK sendiri memiliki SSK (Sahabat Saksi dan Korban) di berbagai daerah. SSK ini menjadi kekuatan kita dalam memenuhi hak saksi dan korban, termasuk pekerja migran. Hal terpenting adalah mencari akar masalah, bukan hanya mencegah, tetapi juga mengidentifikasi ‘mastermind’-nya,” tegas Achmadi.
Dari sisi kasus yang ditangani, lanjut Achmadi, LPSK baru menyentuh pelaku-pelaku lapangan dan belum sampai pada pelaku besar, apalagi korporasi.
“Dalam melindungi korban, keberanian mereka untuk bicara adalah aset berharga. Ini tidak hanya tentang perlindungan fisik, tetapi juga membangun keberanian untuk mengungkapkan kebenaran,” imbuhnya.
Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, mengungkapkan bahwa dari 10.217 permohonan perlindungan ke LPSK pada tahun 2024, sebanyak 594 di antaranya berasal dari tindak pidana perdagangan orang. “Ada potensi sinergi kelembagaan yang bisa dibangun bersama. Jika Kementerian P2MI melakukan pencegahan, LPSK dapat menangani hak-hak korban sebelum mereka dipulangkan, termasuk hak atas restitusi. Ini bisa menjadi efek jera bagi pelaku. Harapan kami, hakim memiliki pemahaman yang baik untuk memberikan restitusi sebesar-besarnya bagi korban,” ungkap Wawan.
Selain itu, Wawan menambahkan bahwa LPSK memiliki skema pemulihan psikososial, meskipun anggarannya terbatas. “Psikososial ini terbagi menjadi reguler dan lanjutan. Sepemahaman saya, Kementerian P2MI memiliki program pemberdayaan. Bantuan psikososial ini dapat disinergikan, sehingga mitigasi awal dilakukan LPSK, sementara pemberdayaan jangka panjang dapat menjadi tanggung jawab Kementerian P2MI,” pungkasnya. (***)
Discussion about this post