Batam | beritabatam.co : Erlina, ibu rumah tangga beranak tiga yang dipolisikan oleh pihak BPR Agra Dhana dengan kerugian bunga 4 juta rupiah, masih mendekam di rumah tahanan.
Kasus yang menimpa mantan direktur tersebut, bermula saat dirinya mengundurkan diri Sebagai Direktur Utama dari Bank Perkreditan Rakyat Agra Dhana yang berlokasi di komplek Newton Nagoya kota Batam.
Dikarenakan orangtuanya yang sakit pada saat itu, dan takut diketahui keluarganya. Erlina mengambil insiatif dengan membayar apa yang diminta oleh jajaran Direksi dan Komisaris BPR Agra Dhana. Jumlah uang yang dibebankan kepadanya berdasarkan hasil temuan pihak BPR dari hasil Audit internal pimpinan marketing BPR Agra Dhana.
Merasa gerah diancam akan dipolisikan, Erlina akhirnya menyetor dana 929 juta rupiah dalam 4 kali pembayaran ke rekening PT BPR Agra Dhana. Erlina merasa dipaksa untuk bertanggung jawab atas kerugian BPR berdasarkan hasil temuan yang ditracing oleh Beny dan Bambang Herianto yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan tertinggi bagian marketing.
Usai menyetor dana yang diminta Direksi BPR Agra Dhana, jajaran Direksi dan Komisaris Agra Dhana kembali meminta dana 1,2 miliar rupiah. Sementara Erlina belum mendapat penjelasan detail penggunaan dana yang disetor sebelumnya sebesar 929 juta rupiah. Namun karena Erlina tak memenuhi permintaan tersebut. Kasus Erlina ini akhirnya berakhir dengan laporan ke Polresta Barelang dengan dugaan penggelapan dalam jabatan dengan nomor LP-B/473/IV/2016/Kepri/SPKT-Polresta Barelang, tertanggal 9 April 2016.
Tidak terima dengan laporan tersebut, Erlina bersama kuasa hukumnya meminta perlindungan hukum dengan kuasa hukumnya ke Lembaga Kepolisian dari Polda Kepri hingga Mabes Polri dan Otoritas Jasa Keuangan Kepri dan Pusat.
Erlina tak tinggal diam. Erlina bersama kuasa hukumnya meminta agar BPR Agra Dhana menunjukan hasil audit keuangan dari kantor akuntan publik sesuai dengan peraturan Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan yang sekarang menjadi lembaga yang berwenang mengawasi perbankan.
Menurut kuasa hukum Erlina, Manuel P Tampubolon yang berwenang melakukan audit keuangan terhadap bank bukanlah seorang marketing bank melainkan Pejabat Eksekutif untuk audit internal dan ketika menjadi temuan harus audit keuangan yang independen dari kantor akuntan publik yang terdaftar di Bank Indonesia.
“Hal itu, yang selama ini tidak pernah ditunjukan oleh pihak BPR Kepadanya sementara klien saya di tuduh melakukan pengelapan dalam jabatan,” ucapnya kepada beritabatam.co.
“Apakah dasar audit keuangan yang dilakukan Beny dan Bambang yang menjabat sebagai marketing, bisa dijadikan dasar untuk memenjarakan seorang ?. seperti tertuang dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” tanya Manuel.
Fakta persidangan juga mengungkap ternyata Beny membantah melakukan audit keuangan. Yang ia lakukan hanyalah tracing.
Saat menjadi saksi, Beny mengatakan dirinya melakukan tracing dalam bentuk matrix bukan melakukan audit keuangan seperti dalam dakwaan jaksa. Sementara hasil audit tersebut menjadi dasar untuk mendakwa Erlina.
Bahkan matrix yang dimaksud Beny ternyata tak bisa ditunjukkan dalam persidangan. Manuel Tampubolon sebagaimana dalam dupliknya menyebutkan tuntutan JPU berdasarkan asumsi dan jaksa dinilai berimajinasi dalam membuat surat tuntutan terhadap kliennya.
Disisi lain, Erlina, mantan Direktur BPR Agra Dhana ini di tuntut oleh JPU dan telah di vonis 2 tahun penjara tanpa ada keterangan dari pelapor kasus dugaan penggelapan ini. Bambang Herianto yang merupakan pelapor, hingga persidangan berakhir tak pernah dihadirkan dengan alasan tak lagi diketahui keberadaannya.
Karna tidak dapat menghadirkan saksi pelapor, JPU sempat memberikan surat keterangan dari RT/RW yang menyatakan bahwa Bambang Herianto sudah 1 tahun tidak berdomisili di tempat alamat yang tertera di berkas acara pemeriksaan.
Perkara Erlina ini, bermula dengan kerugian bunga 4 juta rupiah, lalu oleh JPU, didakwa dengan kerugian bunga 117 juta rupiah. Dan kini di vonis hakim 2 tahun penjara. Erlina pun mengajukan banding.
Vonis hakim 2 tahun penjara ini jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa Erlina dengan UU perbankan 7 tahun penjara dan denda 10 miliar rupiah. Namun hakim memvonis terdakwa dengan menyatakan terdakwa Erlina terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan melanggar Pasal 374 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kini proses banding tengah bergulir. Hendrik, suami Erlina mengatakan jangankan dua tahun, sedetikpun ia akan balik melawan.
“Jangankan 2 tahun, vonis 1 detik pun saya akan mengajukan banding,” tegas Hendrik saat mengantar surat pengajuan banding di Pengadilan Negeri Batam, beberapa waktu lalu. (Ben)
Discussion about this post