Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa khususnya kain nusantara.
Dalam kiprahnya selama lima tahun terakhir, KCBI terus berupaya untuk menyosialisasikan budaya berkain kepada kaum perempuan.
“Perempuan Indonesia itu identik dengan estetika, etika dan lain sebagainya. Budaya berkain ini sarat akan filosofi. Kenapa? Semuanya tercakup di sini. Estetikanya ada, etika dan santunnya apalagi. Kita harus tahu kodrat kita sebagai wanita Indonesia,” ujar Sita Hanimastuty Agustanzil selaku Ketua Umum KCBI di Senayan, Jakarta, Minggu (3/3/2019).
Ia bersama KCBI bertekad mematahkan anggapan bahwa berkain itu lebih cocok untuk wanita berusia lanjut maupun busana yang dipakai untuk acara resmi.
“Itu pola pikir kuno ya. Dengan sedikit sentuhan fashion yang modern, dapat menghilangkan kesan tua dan ketinggalan jaman,” tutur Sita Hanimastuty Agustanzil.
Cucu dari pahlawan nasional Agus Salim tersebut merasa prihatin dengan generasi muda Indonesia saat ini yang seolah sudah melupakan warisan budaya leluhur karena terhasut pola pikir yang salah.
“Modernisasi kalau tidak diimbangi dengan karakter yang kuat maka kita akan kehilangan jati diri budaya bangsa kita. Ikuti perkembangan modernisasi yang sesuai dengan budaya kita tapi jangan sampai meninggalkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Berkain ini identitas kita, jati diri perempuan Indonesia,” kata Sita Hanimastuty Agustanzil.
Jika modernisasi diimbangi dengan karakter yang kuat, maka ia yakin bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang cerdas dan maju namun tetap berbudaya.
Untuk mewujudkan hal itu, KCBI memulainya dari lingkungan keluarga dengan melibatkan ibu-ibu yang dapat menjadi teladan bagi anaknya dengan membiasakan berkain dalam aktivitas sehari-hari. Walau demikian, bukan berarti budaya berkain harus dipraktikkan dalam 24 jam.
“Pakailah ketika ada waktu dan kesempatan untuk berkain. Kalau misal kamu jalan-jalan ke mal itu kan bisa berkain. Kalau hiking atau mendaki gunung tentu tidak bisa. Pokoknya harus disesuaikanlah, jangan dipaksa,” ucap Sita Hanimastuty Agustanzil.
Meski menemui kesulitan untuk menyosialisasikan budaya berkain kepada generasi muda, KCBI tak lantas berputus asa. Melalui cabang yang tersebar di sejumlah kota besar bahkan hingga ke luar negeri, KCBI terus berjuang agar perempuan Indonesia tidak kehilangan jati dirinya.
Hingga saat ini, KCBI telah tersebar di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Bogor, Malang, Bali, Lombok, Sumbawa dan Jember. Untuk di luar negeri, KCBI telah melebarkan sayap ke Sana Fransisco Amerika Serikat dan Perth Australia Barat.
“Di Jakarta anggotanya sekitar 1.400 orang. Masing-masing cabang sekitar 300 orang. Nanti pas HUT KCBI yang ke-5 pada tanggal 11 Maret akan dilantik pengurus KCBI cabang Belanda, Singapura dan Malaysia. Ini penting, kenapa? Supaya bangsa kita punya wibawa dan martabat di mata dunia,” ujarnya. (Reporter : Hamdi Putra/red)
Discussion about this post