Batam | beritabatam.co : Harapan untuk mendapatkan tanah kavling yang ditata oleh PT. KAS di wilayah Nongsa, sepertinya akan pupus. Tanah Kavling yang menjadi harapan warga Taman Yasmin untuk terbebas dari hunian liar, nyatanya harus terhenti. Lahan kavling yang idamkan warga itu sudah disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Irawanto, salah seorang warga menyesalkan penyegelan yang dilakukan KLHK. Ia juga menyadari kalau BP Batam tidak pernah mengizinkan pembangunan kavling diatas hutan lindung. Tapi Irawanto juga mempertanyakan projek pengembangan perumahan komersil yang banyak terjadi di lokasi lain di Batam.
Irawanto mempertanyakan fakta kawasan perumahan komersil yang dibangun diatas hutan lindung bahkan lahan hasil reklamasi, ucapnya.
“Niat perusahaan pengembang dengan memberikan gratis kepada kami terhenti. Pupus lah harapan mendapatkan tempat tinggal yang layak,” ucap Irawanto yang dipanggil pak Ustad ini.
Irawanto, hanya salah satu dari 400 KK Taman Yasmin Kebun yang harus menghapus impian mendapatkan hunian layak di atas lahan kavling.
“BP Batam kan tak memperbolehkan rumah liar, ini ada perusahaan yang menfasilitasi lahan kavling. Eeh malah tak diizinkan,” ujarnya kepada beritabatam, Ahad (04/08/19).
“Kami memang dari dulu tinggal dirumah liar di taman Yasmin. Sudah kurang lebih 10 tahun” ucapnya.
Menurut Irawanto, warga Taman Yasmin menyebut kedatangan PT KAS ibarat pahlawan.
“Yang ingin merubah tempat tinggal kami menjadi lebih layak yang ingin menyiapkan kavling 8×10 Meter plus uang pagu hati,”.
Irawanto menyadari, lahan yang ditempatinya memang kawasan hutan lindung.
“Memang lahan itu status kawasan hutan bakau namun banyak didirikan pondok pondok kayak gubuk dan saya tinggal disitu karena kecilnya pendapatan,” pungkasnya.
Ia bercerita, awal tinggal di lahan tersebut dirinya membayar uang paku ke orang lain.
“Itu karena tidak sanggup bayar kontrakan perbulan di Batam. Terpaksalah tinggal di gubuk,” urainya.
“Tidak ada pilihan lagi pak, untuk bayar sekolah anak saja tidak mampu kalau untuk beli kavling mana mampu, dengan kedatangan PT KAS membuat kami bersyukur karena memberikan secara gratis,” sambungnya.
Irawanto mengatakan, kini ia berharap ke Presiden Jokowi untuk memperhatikan kami sebagai rakyat kecil.
“Pak Jokowi, kami sudah lama di Batam. ada sekitar 400 KK yang bertempat tinggal disini yang mengharapkan untuk diperhatikan untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Mohon pak Jokowi memperhatikan kami,” harap Irawanto.
Persoalan tata kelola lahan di Batam memang silang-sengkarut. Di satu sisi, areal lahan yang terbatas, sementara kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring perkembangan kota Batam. Di sisi lain, bukan rahasia kalau ada pengembang liar yang melakukan alih fungsi hutan lindung tanpa izin.
Dikutip dari laman DPR RI, Komisi IV DPR RI siap menjadi inisitor untuk mengatasi pengelolaan hutan di Batam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Kota Batam mendata ada sekitar 40 titik hutan lindung yang rusak.
“Yang tahu petanya dari pihak Kehutanan, langkah baiknya, mesti ada koordinasi dengan Otorita Batam,. Nanti Komisi IV yang menjadi inisiator, bagaimana mengundang Otorita Batam, Pemerintah Provinsi Kepri duduk bersama dengan Kehutanan khususnya Ditjen Planologi dan Ditjen Gakkum (Penegakan Hukum),” papar Anggota Komisi IV DPR RI Robert J Kardinal, saat meninjau langsung kondisi kerusakan lahan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Senin (22/07/2019), sebagaimana dikutip dari laman DPR RI.
Ia menyarankan agar semua pemangku kepentingan, baik dari Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan serta Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan melibatkan Dinas Kehutanan Provinsi, dan juga Badan Pengelola Otorita Batam untuk mengatasi masalah hutan di Batam.
“Duduk bersama, memetakan semua hutan lindung yang ada atau cagar alam yang ada di Kepri ini. Supaya memecahkan masalah ini dengan koprehensif,” ujar Robert.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Batam menyampaikan, mayoritas perusahaan yang melakukan aktifitas reklamasi di kawasan hutan mangrove adalah ilegal. Mereka berlindung pada draf pengelola lahan (PL) dan surat keterangan masyarakat selaku ahli waris yang notabene pemilik lahan kebun sesuai dokumen surat. Surat tersebut disaksikan oleh unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) setempat, atas pengelolaan kawasan hutan.
Anggota Komisi IV DPR RI, Robert menegaskan, kepentingan rakyat harus diutamakan dengan mengikuti aturan yang berlaku.
“Kalau untuk kepentingan rakyat banyak, rakyat kecil, kami di Komisi IV DPR RI mendukung itu. Untuk investor dan pengusaha harus ikut aturan yang ada dengan benar. Karena tidak bisa satu perusahaan menguasai lahan sebanyak mungkin. Kepentingan rakyat kecil harus diutamakan,” tandasnya (Red-Ben)
Discussion about this post