Batam | beritabatam.co : Kavling yang berlokasi di Punggur, kecamatan Nongsa jadi sorotan publik Batam. Kavling yang diperuntukkan masyarakat menengah ke bawah itu akhirnya di segel oleh Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL).
Meski dari pihak warga dan perusahaan sanggup membayar Uang Wajib Tahunan (UWT ) tetap saja BP Batam dengan tegas menyatakan tidak bisa memberikan izin untuk kavling sejak Februari 2017.
Di sisi lain, fakta adanya pengusaha berinisial A yang hingga kini diketahui tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar UWT BP Batam ? sebagaimana diungkap Sekertaris LSM Suara Rakyat Keadilan, Supraptono.
Dikatakannya, UWT BP Batam merupakan uang yang wajib dibayar oleh masyarakat sebagai penerima alokasi lahan dari BP Batam. uang ini masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak.
Pria yang akrab disapa pak Kabul itu menyampaikan, salah satu pengusaha sukses yang bergerak di bidang restoran, perhotelan serta pengembang yang berlokasi di kawasan Bengkong Laut. Sampai saat ini tidak mau untuk melaksanakan kewajiban berupa pembayaran UWT ucap Pria Mantan Pegawai BP Batam itu.
Kabul mengatakan padahal alokasi lahan yang diterima sang pengusaha bukan jenis peruntukan perumahan rakyat biasa atau yang lazim disebut Kavling Siap Bangun (KSB). Melainkan lahan yang bernilai fantastis.
“Luas yang sangat luas, lebih dari 100 hektar yang sampai sekarang belum terbayarkan UWT nya,” terang Kabul.
Menurutnya, saat BP Batam di era kepemimpinan Ir Mustofa Wijaya atau saat itu Otorita Batam. BP Batam sudah pernah menyampaikan surat agar sang pengusaha segera melaksanakan pembayaran UWT terhadap lahan yang dimiliki dari hasil reklamasi.
Namun faktanya sampai berita ini dibuat UWT belum pernah dibayarkan dengan alasan yang tidak jelas, urai Kabul.
Bahkan saat Kabul konfirmasi kepada salah satu pejabat yang ada di Badan Pertanahan Nasional/BPN Batam kota Batam. Fakta lain yang terungkap, yakni ternyata lahan yang diterima pengusaha A, sudah ada yang diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan/SHGB nya.
Meski tak yakin, Kabul berpendapat, sang pengusaha tidak membayar UWT dikarenakan adanya ijin prinsip yang dikeluarkan oleh Pemko Batam terkait lahan reklamasi, ucapnya.
“Dengan adanya pengusaha yang tidak membayar UWT Ada potensi kehilangan pendapatan negara yang dirugikan,” ujar Kabul.
Kabul berharap ketegasan BP Batam dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengelola lahan milik negara. Karena menurut Kabul sangat jelas ada ketentuan dan peraturan yang mengatur ketika ada pengusaha yang tidak menjalankan kewajibannya.
“Jika dibiarkan berarti ada apa dengan BP Batam,? tanya Kabul.
“Ini berarti dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban dengan membayar UWT,” sambungnya,
Tak sampai disitu, Kabul mengurai, ada kejanggalan dalam proses penerbitan izin lokasi pengusaha A. Mulai dari izin prinsip alokasi lahan, ijin reklamasi, sampai penerbitan SHGB.
“Seperti halnya ijin prinsip alokasi dan reklamasi yang mestinya menjadi kewenangan BP Batam selaku pemegang HPL hingga penerbitan SHGB yang tanpa menggunakan rekomendasi sebelumnya dari BP Batam sesuai dengan peraturan,” pungkasnya.
Untuk diketahui masyarakat, proses penerbitan beberapa perijinannya dimulai dari terbitnya ijin prinsip alokasi lahan, ijin reklamasi serta penerbitan SHGB diatas lahan tersebut yang secara keseluruhan seharusnya dikeluarkan atau melalui rekomendasi BP Batam selaku pemegang HPL.
“Dalam hal ini prosedur tersebut sama sekali diabaikan. Dengan demikian patut diduga telah terjadi KKN didalamnya sehingga sudah semestinya baik penyidik Tipikor yang ada didaerah maupun KPK yang ada dipusat melakukan pengusutan masalah ini hingga tuntas, apalagi dengan enggannya sang pengusaha untuk membayar UWT maka negara berpotensi dirugikan miliaran rupiah,” jelas Kabul. (Ben)
Discussion about this post