Batam | beritabatam.co : Apa yang menjadi dasar Golden Prawn (GP) sampai saat ini belum membayar kewajiban UWTO atau sekarang UWT BP Batam ? Seperti diketahui, saat ini Golden Prawn mengelola 107 hektar lahan yang berlokasi di Bengkong Laut kota Batam. Golden Prawn dikenal sebagai kawasan terpadu, hotel, restoran, perumahan dan areal wisata.
baca juga : Tidak Bayar UWT BP Batam 107 Hektar Lahan , Golden Prawn Berpotensi Rugikan Negara Miliaran Rupiah
Di sisi lain, mengapa BP Batam terkesan abai melakukan penagihan potensi penerimaan negara dari UWT BP Batam terhadap 107 hektar lahan Golden Prawn ?
Menguak potensi menguapnya penerimaan negara dari UWT BP Batam terhadap lahan yang dikelola pengusaha ‘A’ tersebut, Ada beragam dugaan yang muncul terkait ‘perkasa’ nya pengusaha Golden Prawn menjalankan usaha ditengah dugaan banyaknya pelanggaran yang terjadi dikawasan ‘reklamasi’ tersebut.
baca juga : Siapa Pengusaha ‘A’, Punya Lahan Ratusan Hektar Tapi Tidak Bayar UWT BP Batam
Tagihan UWT BP Batam
Jika mengacu pada ketentuan besaran UWT BP Batam yang mengenakan tarif berdasarkan peruntukan lahan (PL). Potensi kerugian negara akibat hilangnya pendapatan negara dari tagihan UWT BP Batam atas 107 lahan Golden Prawn meliputi ; pertama, jika PL GP masuk kategori jasa, berarti GP berkewajiban membayar 150 miliar rupiah. Kedua, jika PL GP masuk kategori perumahan, berarti GP berkewajiban membayar 100 miliar, dan ketiga, jika PL GP masuk kategori wisata, berarti GP berkewajiban membayar 84 miliar rupiah.
Sebagaimana disampaikan pensiunan pegawai BP Batam, Supraptono kepada beritabatam.co, Sabtu (17/07/19).
Pria yang akrab disapa pak Kabul tersebut mempertanyakan BP Batam yang terkesan abai melakukan penagihan UWT BP Batam atas 107 hektar lahan Golden Prawn.
Menurutnya, lahan yang sudah diuruk menjadi daratan, menjadi wilayah BP Batam sebagai instansi yang menerima HPL dari pemerintah pusat.
“Setelah jadi daratan, HPL jadi hak BP Batam. BP Batam harus berkeras melakukan penagihan. Bukan sekedar menyurati. Tapi harus secara tegas menagih UWTO. Dan kalau tidak mau bayar, harus dilaporkan, karena merugikan negara,” tegas Supraptono.
“Dalam hal ini, kalau BP Batam tidak mau melaporkan, berarti BP Batam lalai,” sambungnya.
SHGB Mal Administrasi ?
Menganalisa apa yang menjadi alasan Golden Prawn, yang hingga saat ini tidak membayar kewajiban UWT BP Batam. Supraptono mengurai berbagai fakta yang mungkin menjadi alasan Golden Prawn yang ‘keukeuh’ tidak membayar UWT BP Batam.
Jika alasannya, karena sudah mendapat sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Batam. Yang diperoleh atas rekomendasi Pemko Batam. Berarti proses penerbitan sertifikat mal administrasi.
“Karena yang menerima HPL kota Batam adalah BP Batam. Artinya setiap sertifikat yang diterbitkan BPN Batam, harusnya mendapat rekomendasi dari BP Batam. Bukan dari Pemko Batam,” jelas Supraptono.
Golden Prawn Lahan Reklamasi ?
Sebaliknya, kalau pemerintah kota Batam berhak menerbitkan rekomendasi dengan dalih lahan GP merupakan areal reklamasi. Yang menimbun laut jadi daratan, tetap tidak mengugurkan kewajiban pengusaha untuk membayar UWT BP Batam.
“Karena ini kan sudah jadi daratan, artinya masuk dalam wilayah BP Batam,” imbuhnya.
Dan kalau lahan Golden Prawn disebut sebagai lahan reklamasi. Artinya payung hukumnya dipertanyakan.
“Karena saat ini belum ada payung hukum untuk pelaksanaan reklamasi,” pungkas Supraptono.
Secara umum, rute pengurusan sertifikat lahan yang diterbitkan BPN Batam. Dimulai dari permohonan pengajuan lahan yang ditujukan ke BP Batam. Pengajuan lahan ini akan dipelajari oleh BP Batam, jika disetujui BP Batam menerbitkan Izin Prinsip, Faktur UWTO. Selanjutnya setelah pelunasan tagihan UWTO, BP Batam menerbitkan Penetapan Lokasi (PL), lalu SK (Surat Keputusan) dan SPJ (Surat Perjanjian). Setelah seluruh dokumen selesai, baru BP Batam bisa menerbitkan rekomendasi yang digunakan untuk mengurus pengajuan sertifikat HGB dari BPN Batam. (Ben)
Discussion about this post