Batam | beritabatam.co : Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan sekitarnya memicu protes masyarakat. Perwakilan masyarakat sipil menyampaikan kritik keras atas kebijakan tersebut. Perwakilan masyarakat sipil bahkan menyebut pemblokiran telah melanggar hukum.
Direktur Eksekutif Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) Damar Juniarto, mengatakan pemblokiran bisa dikategorikan pemerintah Indonesia melanggar hukum negara sendiri.
“Sebab, hal itu mencegah orang melakukan pekerjaan mereka. Ini adalah langkah mundur dalam demokrasi dan pelanggaran serius,” katanya sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Jumat (23/08/19).
SAFEnet mengampanyekan penolakan atas kebijakan pemerintah tersebut. Kampanye dengan agar #KeepItOn dan #NyalakanLagi begaung di sosial media. intinya mereka meminta pemerintah agar mencabut larangan internet di tanah Papua.
Senada, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani, mengatakan pelambatan dan pemblokiran akses internet dikhawatirkan akan membuat masalah Papua terus berkepanjangan. Alih alih membuka informasi seluas-luasnya, kebijakan yang dipilih justru membatasi akses informasi.
“Pelambatan akses internet dapat menjadi ‘penjara’ yang lain bagi Papua dan bagi publik. Berdasarkan cara-cara yang dipilih negara dalam menangani situasi yang memanas di Papua, negara justru semakin memperlihatkan kegagalannya dalam mengidentifikasi masalah utama Papua serta cara-cara demokratis dalam menanganinya,” tegas sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis.
Menurutnya, penambahan aparat bersenjata dalam rangka mengamankan situasi diimbangi dengan pembukaan akses informasi seluas-luasnya. Hal ini menurutnya demi memastikan adanya transparansi dan akuntabilitas kinerja aparat keamanan. (ROL)
Discussion about this post